Senin, 12 Januari 2009

EKOLINGUISTIK

EKOLINGUISTIK:
RAGAM BAHASA BALI YANG SEKARANG TIDAK UMUM DIPERGUNAKAN

1. Pendahuluan
Ekolinguitik adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji lingkungan dan bahasa. Ekolinguistik merupakan ilmu bahasa interdisipliner, menyanding ekologi dan linguistik (Meko, Aron 2008:1). Berdasarkan hal itu bahasa sangat berkaitan erat dengan lingkungannya sendiri. Bahasa tersebut bisa hilang atau musnah apabila ekologi yang menunjangnya musnah pula.
Paper ini bertujuan sedikit tidaknya memberi gambaran atas pengertian tentang Ekolinguistik itu sendiri. Sebagai bahan penelitian disini saya mengambil bahasa Bali sebagai contoh konkrit. Bahasa Balipun saat ini mengalami suatu perubahan yang diakibatkan oleh perubahan ekologinya atau lingkungannya, seperti misalnya dalam bidang agraris: sawah atau subak-subak yang perlahan menyusut dan tergantikan oleh vila atau bangunan beton. Tentunya akibat perubahan ini berimbas nyata atas bahasa Bali itu sendiri.

2. Ragam Bahasa Bali Yang Sekarang Tidak Umum Dipergunakan.
Seperti yang telah dipaparkan diatas bahasa akan mengalami perubahan begitu ekologi yang menunjangnya berubah pula. Jadi dari ragam bahasa yang mengalami perubahan didalam ekologinya maka beberapa istilahnya akan menjadi tidak umum lagi dipergunakan oleh para penuturnya sehingga bagi penerus bahasa tersebut, mereka akan merasa asing apabila mendengar ragam bahasa yang dahulunya pernah dipergunakan didalam bahasanya sendiri.
Disini saya mengambil contoh didalam keluarga saya sendiri dan narasumbernya adalah ayah saya sendiri. Ada beberapa istilah bahasa Bali yang saya sendiri asing mendengarnya walaupun kami mempergunakan bahasa Bali sehari-hari dirumah. Adapun beberapa istilah-istilah yang saat ini menjadi tidak umum dipergunakan oleh para penutur generasi muda dari bahasa Bali tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kelambi : Baju (umum: baju)
2. Kole, wake : Saya (umum: tiang, titiang, yang, icang, cang, rage).
3. Sige, kai : Kamu (umum: Cai, Cang, Ragane)
4. Telajakan : Jalan setapak.
5. Kekalen : Air mengalir ke sawah/irigasi
6. Pengalapan : Ruang yang dibuat untuk membuat air mengalir ke sawah.
7. Bulakan : Mata air.
8. Lonceng (jam besar) : Saat ini menjadi catur muka dahulunya menjadi patokan kota denpasar dan untuk menyebutkan posisi tempat tinggal warga.
9. Calung : Tempat menaruh garam
10. Capil : Topi (umum: topong)
11. Anggapan : sejenis alat pemotong padi
12. Bendo : Pisau besar
14. Nanang, pan : Bapak
15. Luweng : Anak perempuan
16. Cekot : Sendok
17. Telabah : Got, sungai kecil
18. Pengedangan : Sarana untuk menanak nasi dari tanah liat
19. Caratan : Teko dari tanah liat tempat menyimpan air
20. Jun : Sejenis tempanyan yang dahulunya dipergunakan untuk mengambil air dari
tempat yang jauh; dari sumber mata air seperti sumur warga, sungai, mata air)
21. Langgatan : Plafon atau sutu ruang di langit-langit bangunan yang dipergunakan untuk
menyimpan benda atau barang
22. Kekepe : Tempat menaruh uang bagi para pedagang
23. Teterek : Tanda yang diusapkan didahi biasanya berupa boreh atau pamor.
24. Plesir : Jalan-jalan (umum: melali)
25. Taban : Tempat tidur
26. Ngidu : Menghangatkan badan di perapian di dapur.
27. Tenggala : Bajak
28. Ngangon : Menggembala
29. Empelan : Bendungan
Masih banyak lagi ragam bahasa bali yang saat ini telah tidak umum dipergunakan. Sebagian besar diakibatkan oleh karena berubahnya ekologi yang dahulu menunjangnya. Sebagai contoh ’kelambi’ adalah istilah bahasa untuk baju yang pada era kurang lebih 60-an keatas umum dipergunakan di Bali. Istilah kelambi tersebut berasal dari bahasa Tamil Nandu yang dimana pada waktu itu dan masih ada pada saat ini adalah pedangang di pasar seputaran Jl. Gajah Mada. Sebagian besar etnis Tamil di Bali pada waktu itu berjualan bahan tekstil dan pakaian. Berikutnya pada tahun 70-an kebawah istilah ’kelambi’ untuk baju dalam bahasa bali mengalami pergeseran makna yaitu terkesan terbatas yaitu khusus untuk jenis baju tempo dulu yang ketinggalan jaman bagi generasi generasi selanjutnya yang padahal artinya yang sebenarnya adalah untuk segala jenis baju karena di Bali sendiri pada mulanya tidak mengenal istilah kelambi/baju ini merupakan jenis bahasa adopsi dari bahasa lain.

3. Kesimpulan
Beberapa ragam bahasa Bali yang yang disebutkan diatas terasa asing bagi saya meskipun saya dalam keseharian mempergunakan bahasa Bali dalam lingkungan keluaraga maupun di lingkungan pergaulan. Bahkan adik saya sendiri tak satupun mengenali arti dari istilah diatas sedangkan beberapa istilah yang saya dapatkan tersebut hanyalah sebagian kecil dari ragam bahasa Bali yang saat ini menjadi tidak umum. Saya yakin masih banyak lagi ragam bahasa Bali yang kini tidak umum lagi dipergunakan oleh para penuturnya sendiri. Hal ini tidak bisa saya kupas tuntas karena keterbatasan waktu. Dari fakta-fakta yang saya dapatkan, saya sadari betul bahwa bahasa itu tidak hanya semata-mata dipengaruhi oleh manusia tetapi ekloginya pun turut menunjang.
Segala perubahan yang terjadi didalam ekologi yang menunjang bahasa itu sendiri maka akan menyebabkan perubahan pada bahasa tersebut. Salah satu contoh yang paling kentara saat ini di Bali adalah akibat dari penyusutan lahan sawah dan subak. Subak dan sawah adalah kesatuan hegemoni yang banyak melahirkan budaya di Bali. Jadi dengan hilangnya subak dan menyusutnya lahan persawahan sudah barang tentu akan merubah bahasa yang dipergunakan disana secara keseluruhan. Seperi istilah tenggala yang berati bajak yang dimana generasi saat ini umum dengan istilah bajak, teraktor atau dalam bahasa bali menjadi traktor karena yang acap dilihat mereka saat ini adalah petani membajak sawah dengan mempergunakan teraktor. Seperti juga pada istilah kekalen yang berati air irigasi ke sawah. Empelan atau bendungan, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar